Galunggung pada sa'at meletus (bitu) |
Jika masyarakat Arabia mengenal Mekkah dan Yerusalem sebagai wilayah keramat, maka di tatar Sunda orang mengenal Galunggung sebagai sebuah kabuyutan. Di Mekkah terdapat 'maqom' (bekas petilasan) Ibrahim, maka di Galunggung terdapat 'sanghyang tapak Parahyangan' (bekas petilasan para leluhur awal). Seorang sesepuh bernama Aki Anang alias Raden Anang Daryan Jayadikusumah (1926 -- 2000), pemimpin kelompok kebatinan 'jati Sunda' yang juga keturunan Batara di Galunggung, pernah menuturkan berita turun-temurun kurang lebih sebagai berikut : Bahwasanya pada jaman yang telah lampau sekali, tatar Sunda adalah daerah perairan yang hanya terdapat satu daratan yang tidak terlalu luas (jaman air). Daerah tertinggi dari daratan itu adalah puncak dari sebuah gunung yang kini disebut Galunggung. Pada jaman itu puncak Galunggung adalah daratan tertinggi di tatar Sunda. Pada hari yang diberkahi, tibalah sebuah perahu besar yang memuat banyak sekali manusia dan hewan peliharaan. Sebagian orang-orang perahu itu turun dan tinggal menetap membangun komunitas manusia yang baru. Itulah nenek moyang manusia Sunda sekarang, dan menjadikan Galunggung sebagai sebuah kabuyutan atau 'sanghyang tapak Parahyangan'.